Aldo Bella Putra
2225142265
Sistem
Kemasyarakatan dan Kekerabatan Suku Minangkabau, Sumatera Barat
Masyarakat
minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal. Sistem matrilineal adalah
suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang
terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki
atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu.
Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam sukunya sebagaimana yang
berlaku dalam sistem patrilineal. Dengan kata lain seorang anak di minangkabau
akan mengikuti suku ibunya.
Segala
sesuatunya diatur menurut garis keturunan ibu.
Tidak ada sanksi hukum yang mengikat bila seseorang melakukan pelanggaran
terhadap sistem ini. Sistem ini hanya diajarkan secara turun temurun kemudian
disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya.
Namun, sejauh manapun sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya
tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan peranan perempuan itu sendiri.
Peran
dan Kedudukan Wanita di Minangkabau
Pada dasarnya sistem matrilineal
bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu
dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan,
baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang. Dalam sistem matrilineal
perempuan dijadikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana
diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah kenapa
dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut
sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat
yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak. Hal ini disebabkan hak
dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka
dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan,
sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya. Perempuan
tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak.
Peran dan
Kedudukan Laki-laki di Minangkabau
Peranan laki-laki dan perempuan di Minangkabau
adalah setara. Laki-laki mempunyai hak untuk mengatur segala yang ada di
perkauman, seperti pengaturan pemakaian atau pembagian harta pustaka.
Wanita-pun dapat memperguakan hal itu untuk keperluan anak-beranak
Nagari (desa) terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah nagari dan taratak.
Nagari adalah daerah kediaman
utama dan pusat sebuah desa. Sedangkan taratak dianggap daerah hutan dan
ladang. Sebagian besar penduduk desa bertempat tinggal di nagari, dan hanya sesekali pergi ke taratak. Karena itu pola perkampungan mereka adalah pola
perkampungan biasa. Taratak
hanya keadaan tambahan belaka. Rumah adat Minangkabau merupakan rumah-rumah yang ada di nagari. Adapun rumah-tumah di daerah taratak bukan merupakan rumah khas
Minangkabau dan hanya dibangun oleh orang-orang yang tidak mampu membangun
rumah serupa dengan yang ada di nagari.mRumah adat Minang merupakan rumah-rumah panggung.
Bentuknya memanjang dan memiliki jumlah ruang dalam bilangan ganjil mulai dari
tiga. Jumlah ruangan biasanya tujuh, tetapi ada juga yang mempunyai tujuh belas
ruangan.
Secara melebar
rumah gadang dibagi ke dalam didieh yang biasanya berjumlah tiga. Satu didieh
digunakan sebagai biliek (ruang tidur) dengan dibatasi empat dinding.
Disini anggota perempuan menerima suaminya. Ini adalah tempat khusus dan
pribadi mereka. Didieh kedua merupakan bagian terbuka, tempat tamu dan
diadakan pesta-pesta. Tiga bentuk derajat falsafah adat Minangkabau yaitu:
1.
Berdasarkan agama, yang merupakan derajat tertinggi
karena didasarkan pada firman Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
2.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam alam
nyata, yang dinyatakan dalam bentuk hukum alam.
3.
Corak dan derajat terendah adalah bentuk pemikiran
manusia yang biasanya bersumber dari filsuf.
Daftar Pustaka :
Nuraeni, Henry Gustini, dan Muhammad Alfan. 2013. Studi Budaya di Indonesia,
Jakarta : Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar