Nita Amelinda
Sistem Kekerabatan
Suku Bugis
Sistem kekerabatan
didalam setiap suku adalah bagian yang amat penting dalam struktur sosial. M.
Fortes mengatakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan
untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri
atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan
seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok
kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga
ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga
mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas,
keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.Sistem kekerabatan dibagi menjadi
4,yakni:
1.
Patrilineal : Prinsip menghitung hubungan keturunan
hanya melalui para kerabat pria
2.
Matrilineal : Prinsip menghitung hubungan keturunan
hanya melalui para kerabat wanita
3.
Bilineal : keturunan di dasarkan pada dua garis, yaitu
dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Seseorang yang hidup dalam sistem
bilineal diakui kekerabatannya oleh pihak bapak dan juga pihak ibunya. Hak-hak
penerusan kehidupan kelompok tidak secara tegas dipusatkan pada anak laki-laki
atau perempuan, terkecuali konsepsi bahwa laki-laki merupakan tulang punggung
keluarga yang berkewajiban melindungi anggota keluarga atau klan.
4.
Ambilineal : Ambilineality adalah sebuah sistem yang
mengandung kedua unilineal kelompok keturunan, yaitu patrilineal dan
matrilineal, di mana satu milik seseorang ayah dan / atau kelompok keturunan
ibu, atau garis keturunan. Ambilineal budaya tradisional seperti yang tercantum
di bawah ini, individu memiliki pilihan untuk memilih garis keturunan mereka
sendiri.
Suku Bugis adalah
suku yang berasal dari Makassar, namun suku ini juga suku yang minoritas di
provinsi Jambi. Masyarakat Bugis menganut system patron klien – system kelompok
kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya – yang bersifat menyeluruh.
Salah satu system hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai
mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa
dengan manusia Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung
tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama keluarga.
Sedangkan untuk
kekerabatan keluarga mereka menganut system cognatic atau bilateral , seseorang
di suku ini ditelusuri melalui garis keturunan ayah dan juga ibu. Panggilan
yang biasa untuk kerabat mereka adalah kaka’(saudara yang lebih tua) dan
Anri’(saudara yang lebih muda). Amure’(paman) dan Inure’(bibi). Masih banyak
lagi sebutan dalam system kekerabatan mereka. Daerah Sulawesi Selatan terkenal
sangat menonjol perasaan kekeluargaannya. Hal ini kemungkinan didasarkan kepada
anggapan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan berasal dari satu rumpun. Raja-raja
di Sulawesi Selatan telah saling terikat dalam perkawinan, sehingga ikatan
hubungan kekeluargaan semakin erat. Menurut Sure` Lagaligo(Catatan surat
Lagaligo dari Luwu), Keturunan Raja berasal dari Batara Guru yang kemudian
beranak cucu. Keturunan Batara Guru kemudian tersebar ke daerah lain, Oleh
sebab itu, perasaan kekeluargaan tumbuh mengakar di kalangan Raja Sulawesi
Selatan.
Di dalam masyarakat suku
Bugis, ditemukan sistem kekerabatan sebagai berikut:
a.
Keluarga inti atau
keluarga batih
Keluarga ini adalah
keluarga yang terkecil. Dalam bahasa Bugis keluarga ini dikenal dengan istilah
Sianang, di Mandar Saruang Moyang, di Makassar Sipa’anakang/sianakang,
sedangkan orang Toraja menyebutnya Sangrurangan. Keluarga ini biasanya hanya
terdiri atas bapak, ibu, anak, saudara laki-laki bapak atau ibu yang belum
kawin.
b.
Sepupu
Kekerabatan ini terjadi karena hubungan darah.
Hubungan darah tersebut dilihat dari keturunan pihak ibu dan pihak bapak. Bagi
orang Bugis kekerabatan ini disebut dengan istilah Sompulolo, orang Makassar
mengistilahkannya dengan Sipamanakang. Mandar Sangan dan Toraja menyebutkan
Sirampaenna. Kekerabatan tersebut biasanya terdiri atas dua macam, yaitu sepupu
dekat dan sepupu jauh. Yang tergolong sepupu dekat adalah sepupu satu kali
sampai dengan sepupu tiga kali, sedangkan yang termasuk sepupu jauh adalah sepupu
empat kali sampai lima kali.
c.
Keturunan
Kekerabatan yang terjadi berdasarkan garis
keturunan baik dari garis ayah maupun garis ibu. Mereka itu biasanya menempati
satu kampung. Terkadang pula terdapat keluarga yang bertempat tinggal di daerah
lain. Hal ini bisanya disebabkan oleh karena mereka telah menjalin hubungan
ikatan perkawinan dengan seseorang yang bermukim di daerah tersebut. Bagi
masyarakat Bugis, kekerabatan ini disebut dengan Siwija orang Mandar Siwija,
Makassar menyebutnya dengan istilah Sibali dan Toraja Sangrara Buku.
d.
Pertalian
sepupu/persambungan keluarga
Kekerabatan ini muncul setelah adanya hubungan
kawin antara rumpun keluarga yang satu dengan yang lain. Kedua rumpun keluarga
tersebut biasanya tidak memiliki pertalian keluarga sebelumnya. Keluraga kedua
pihak tersebut sudah saling menganggap keluarga sendiri. Orang-orang Bugis
mengistilakan kekerabatan ini dengan Siteppang-teppang, Makassar Sikalu-kaluki,
Mandar Sisambung sangana dan Toraja Sirampe-rampeang.
e.
Sikampung
Sistem kekerabatan yang terbangun karena
bermukim dalam satu kampung, sekalipun dalam kelompok ini terdapat orang-orang
yang sama sekali tidak ada hubungan darahnya/keluarga. Perasaan akrab dan
saling menganggap saudara/ keluarga muncul karena mereka sama-sama bermukim
dalam satu kampung. Biasanya jika mereka berada itu kebetulan berada di
perantauan, mereka saling topang-menopang, bantu-membantu dalam segala hal
karena mereka saling menganggap saudara senasib dan sepenaggungan. Orang Bugis
menyebut jenis kekerabatan ini dengan Sikampong, Makassar Sambori, suku Mandar
mengistilakan Sikkampung dan Toraja menyebutkan Sangbanua.
Semua kekerabatan
yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain. Mereka merasa
senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika ada seorang membutuhkan yang lain,
bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk segalanya.
Daftar Pusaka:
Abd. Kadir Ahmad,
2004, Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Ternggara, Makassar,
Balai Litbang Agama Makassar.
Koentjaraningrat,1990.Pengantar
Ilmu Antropologi.Jakarta.PT.Rineka Cipta
1975. Latoa, Suatu
Lukisan Analitis Antropologi Politik Orang Bugis., Makassar: Disertasi
http://catatansaya.wordpress.com/2009/01/29/buku-indonesia-the-bugis/
http://bz69elzam.blogspot.com/2008/08/sistem-kekerabatan-orang-bugis-makassar.html
diakses
Tidak ada komentar:
Posting Komentar