Rabu, 06 April 2016

Sistem Kekerabatan Suku Bugis

Nita Amelinda
Sistem Kekerabatan Suku Bugis


Sistem kekerabatan didalam setiap suku adalah bagian yang amat penting dalam struktur sosial. M. Fortes mengatakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.Sistem kekerabatan dibagi menjadi 4,yakni:
1.      Patrilineal : Prinsip menghitung hubungan keturunan hanya melalui para kerabat pria
2.      Matrilineal : Prinsip menghitung hubungan keturunan hanya melalui para kerabat wanita
3.      Bilineal : keturunan di dasarkan pada dua garis, yaitu dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Seseorang yang hidup dalam sistem bilineal diakui kekerabatannya oleh pihak bapak dan juga pihak ibunya. Hak-hak penerusan kehidupan kelompok tidak secara tegas dipusatkan pada anak laki-laki atau perempuan, terkecuali konsepsi bahwa laki-laki merupakan tulang punggung keluarga yang berkewajiban melindungi anggota keluarga atau klan.
4.      Ambilineal : Ambilineality adalah sebuah sistem yang mengandung kedua unilineal kelompok keturunan, yaitu patrilineal dan matrilineal, di mana satu milik seseorang ayah dan / atau kelompok keturunan ibu, atau garis keturunan. Ambilineal budaya tradisional seperti yang tercantum di bawah ini, individu memiliki pilihan untuk memilih garis keturunan mereka sendiri.
Suku Bugis adalah suku yang berasal dari Makassar, namun suku ini juga suku yang minoritas di provinsi Jambi. Masyarakat Bugis menganut system patron klien – system kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya – yang bersifat menyeluruh. Salah satu system hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama keluarga.
Sedangkan untuk kekerabatan keluarga mereka menganut system cognatic atau bilateral , seseorang di suku ini ditelusuri melalui garis keturunan ayah dan juga ibu. Panggilan yang biasa untuk kerabat mereka adalah kaka’(saudara yang lebih tua) dan Anri’(saudara yang lebih muda). Amure’(paman) dan Inure’(bibi). Masih banyak lagi sebutan dalam system kekerabatan mereka. Daerah Sulawesi Selatan terkenal sangat menonjol perasaan kekeluargaannya. Hal ini kemungkinan didasarkan kepada anggapan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan berasal dari satu rumpun. Raja-raja di Sulawesi Selatan telah saling terikat dalam perkawinan, sehingga ikatan hubungan kekeluargaan semakin erat. Menurut Sure` Lagaligo(Catatan surat Lagaligo dari Luwu), Keturunan Raja berasal dari Batara Guru yang kemudian beranak cucu. Keturunan Batara Guru kemudian tersebar ke daerah lain, Oleh sebab itu, perasaan kekeluargaan tumbuh mengakar di kalangan Raja Sulawesi Selatan.
Di dalam masyarakat suku Bugis, ditemukan sistem kekerabatan sebagai berikut:

a.      Keluarga inti atau keluarga batih
Keluarga ini adalah keluarga yang terkecil. Dalam bahasa Bugis keluarga ini dikenal dengan istilah Sianang, di Mandar Saruang Moyang, di Makassar Sipa’anakang/sianakang, sedangkan orang Toraja menyebutnya Sangrurangan. Keluarga ini biasanya hanya terdiri atas bapak, ibu, anak, saudara laki-laki bapak atau ibu yang belum kawin.
b.      Sepupu
 Kekerabatan ini terjadi karena hubungan darah. Hubungan darah tersebut dilihat dari keturunan pihak ibu dan pihak bapak. Bagi orang Bugis kekerabatan ini disebut dengan istilah Sompulolo, orang Makassar mengistilahkannya dengan Sipamanakang. Mandar Sangan dan Toraja menyebutkan Sirampaenna. Kekerabatan tersebut biasanya terdiri atas dua macam, yaitu sepupu dekat dan sepupu jauh. Yang tergolong sepupu dekat adalah sepupu satu kali sampai dengan sepupu tiga kali, sedangkan yang termasuk sepupu jauh adalah sepupu empat kali sampai lima kali.
c.       Keturunan
 Kekerabatan yang terjadi berdasarkan garis keturunan baik dari garis ayah maupun garis ibu. Mereka itu biasanya menempati satu kampung. Terkadang pula terdapat keluarga yang bertempat tinggal di daerah lain. Hal ini bisanya disebabkan oleh karena mereka telah menjalin hubungan ikatan perkawinan dengan seseorang yang bermukim di daerah tersebut. Bagi masyarakat Bugis, kekerabatan ini disebut dengan Siwija orang Mandar Siwija, Makassar menyebutnya dengan istilah Sibali dan Toraja Sangrara Buku.
d.      Pertalian sepupu/persambungan keluarga
 Kekerabatan ini muncul setelah adanya hubungan kawin antara rumpun keluarga yang satu dengan yang lain. Kedua rumpun keluarga tersebut biasanya tidak memiliki pertalian keluarga sebelumnya. Keluraga kedua pihak tersebut sudah saling menganggap keluarga sendiri. Orang-orang Bugis mengistilakan kekerabatan ini dengan Siteppang-teppang, Makassar Sikalu-kaluki, Mandar Sisambung sangana dan Toraja Sirampe-rampeang.
e.       Sikampung
 Sistem kekerabatan yang terbangun karena bermukim dalam satu kampung, sekalipun dalam kelompok ini terdapat orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan darahnya/keluarga. Perasaan akrab dan saling menganggap saudara/ keluarga muncul karena mereka sama-sama bermukim dalam satu kampung. Biasanya jika mereka berada itu kebetulan berada di perantauan, mereka saling topang-menopang, bantu-membantu dalam segala hal karena mereka saling menganggap saudara senasib dan sepenaggungan. Orang Bugis menyebut jenis kekerabatan ini dengan Sikampong, Makassar Sambori, suku Mandar mengistilakan Sikkampung dan Toraja menyebutkan Sangbanua.

Semua kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika ada seorang membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk segalanya.

Daftar Pusaka:
Abd. Kadir Ahmad, 2004, Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Ternggara, Makassar, Balai Litbang Agama Makassar.
Koentjaraningrat,1990.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta.PT.Rineka Cipta
1975. Latoa, Suatu Lukisan Analitis Antropologi Politik Orang Bugis., Makassar: Disertasi
http://catatansaya.wordpress.com/2009/01/29/buku-indonesia-the-bugis/

http://bz69elzam.blogspot.com/2008/08/sistem-kekerabatan-orang-bugis-makassar.html diakses

Tidak ada komentar:

Posting Komentar