Oleh: Sarah Nadiah Hanifah
(15 Sastra B - 2225153321)
Suku Gayo merupakan suku paling tua di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suku ini
mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi Aceh bagian tengah
dan beberapa bagian di timur.
Suku ini seperti suku-suku di Aceh pada umumnya didominasi oleh pengaruh islam
yang amat kuat sehingga ini juga tercermin pada adat-adatnya, salah satunya
adalah gaya berpacaran.
Dalam
kehidupan masyarakat Gayo Lues tidak dikenal pergaulan bebas antara muda-mudi.
Hal ini disebabkan peranan adat dan agama cukup dominan, sehingga pacaran tidak
dapat dilakukan dengan terang-terangan. Maka dikenal lah istilah bebiak atau belewen yang merupakan tahapan dari proses panjang gaya pacaran itu
sendiri.
Laki-laki
Suku Gayo dilarang untuk
menikahi gadis dari sesama kampungnya. Bagi mereka, orang-orang di kampungnya
adalah saudara, maka dilarang untuk menikahi salah satu gadisnya. Oleh karena
itu, laki-laki dari suatu kampung biasanya pergi ke kampung lain untuk mencari
pacar, dan mereka pergi secara berkelompok. Berikut adalah tahapan tahapan bebiak/belewen:
1.
Nosan
Reta
Tahap ini dilakukan dengan cara para lelaki
membentuk tim, lalu mengumpulkan reta atau rupiah Belanda sejumlah
anggota tim yang dibungkus dengan saputangan. Reta ini kemudian
diletakkan di tempat yang mudah terlihat oleh kumpulan gadis-gadis yang dituju.
Jika reta sudah diterima, sang gadis akan memberi kode dari pantulan
cermin dan tim lelaki tadi akan membunyikan peluit lalu pulang.
2.
Ngirim
Pada tahap ini terjadi kirim mengirim yang
dimulai oleh pihak lelaki. Isinya seperti roti, permen, kue, alat kecantikan
sampai uang ala kadarnya. Sang gadis lalu membalas dengan makanan buatannya.
Kiriman ini dikirim melalui kurir
yang ditunjuk sang gadis atau ditempatkan di tempat tertentu.
3.
Nrojok
Pada tahap ini rombongan tim lelaki mendatangi
rumah sang gadis pada malam hari. Ia merayu sang gadis untuk turun lewat
berbalas pantun dan berbisik-bisik. Namun dengan alasan keamanan, bujukan tersebut
akan ditolak halus.
4.
Bedemu
Pada tahapan ini, ajakan untuk turun dan bertemu
sang lelaki dipenuhi sang gadis. Sang gadis membekali dirinya agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan lalu mojok bersama sang lelaki tidak jauh
dari tempatnya dengan waktu terbatas.
5.
Gunter
Gunter adalah peristiwa geger. Pada tahap
bedemu, salah seorang gadis tidak kembali ke tempat asalnya, tetapi ke rumah
penghulu atau imem kampung pacarnya dibekali barang pacarnya yang mudah
dikenali dengan tujuan minta dinikahi oleh pacarnya. Kemudian pihak adat dari kampung pemuda datang
memberi kabar (nangon sipet) dan geger pun berakhir. Kemudian kedua
pihak adat bertemu dan mengembalikan reta, dilanjutkan proses
pernikahan.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi,
Gaya berpacran di suku Gayo pun dari waktu ke waktu mengalami perubahan.
Setelah mda-mudi Gayo berseolah, pacaran dilakukan dengan surat-suratan kepada
satu sama lain. Yang menyampaikan juga melalui kurir. Bisa juga dimasukkan
kdalam kotak koreak api. Lalu, dilemparkan di hadapan sang pacar seraya
melewatinya.
Dengan ditemukannya perangkat komunikasi yang canggih
lagi, seprti telepon genggam, makan gaya pacaran mengalami kemajuan yang jauh
lebih pesat.
Namun tetap saja pergaulan bebas seperti di kota
besar tidak dibenarkan karena pengaruh agama islam dan adat yang kuat di
masyarakat Gayo. Oleh karena itu, siapa pun yang berpacaran dengan gadis dari
suku Gayo pasti akan mengalami kesulitan untuk mengunjungi rumah pacarnya.
Secara
keseluruhan, Gaya pacaran suku Gayp tempo dulu ini terbilang cukup unik, lucu
dan penuh tantangan. Masyarakat modern di kota-kota besar cenderung cukup bebas
sudah dipastikan tidak mengenal mengenalnya.
Suku Gayo yang hidup dalam lingkup hukum adat dan pengaruh islam yang
kuat, maka tidak mengherankan apabila mereka menjalankan gaya berpacaran
seperti diatas.
Daftar pustaka:
Said, Syamsuddin. 2015.
Njaing. Banten : Mahara Publishing
Tantawi,Isma. 2011. Pilar-pilar kebudayaan kebudayaan Gayo Lues.
Medan : USU Press
http://lintasgayo.co/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar