Rabu, 06 April 2016

SISTEM ADAT MASYARAKAT PEPADUN LAMPUNG

Nama               : Aulia Rahma Juwita
Kelas/NIM      : 15 SB/ 2225154790
Mata Kuliah   : Budaya dan Kearifan Lokal

SISTEM ADAT MASYARAKAT PEPADUN
LAMPUNG




Lampung dikenal dengan sebutan “Sai Bumi Khua Jukhai” dalam Bahasa Indonesia artinya “Satu Bumi Dua Cabang”. Untuk “Sai Bumi” itu bermakna suku bangsa yang mendiami satu wilayah yang berasal dari keturunan yang sama. Sedangkan “Khua Jukhai” bermakna dua jenis adat istiadat yang dikenal masyarakat. Masyarakat Lampung memiliki struktur hukum dengan adat tersendiri. Bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antar kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok tersebut tersebar di berbagai daerah di Lampung.
Adat istiadat di Lampung dibedakan menjadi dua golongan adat yaitu Saibatin dan Pepadun. Masyarakat Saibatin menempati di daerah Labuan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, dan Kayu Agung.
Sedangkan Masyarakat Pepadun menempati di daerah Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, Terbanggi, Menggala, Mesuji, Panaragan, Wiralaga, Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, Pugung, Negeri Besar, Katapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
Adat Pepadun di dirikan sekitar abad ke-16 pada zaman kesultanan Banten. Pada awalnya terdiri dari 12 kebuaian Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku, kemudian di tambah 12 kebuaian lain yaitu Mego Pak Tulang Bawang, Buay Lima Way Kanan, dan Sungkai Bunga Mayang (3 buay) sehingga menjadi 24 kebuaian.
Kata “Pepadun” artinya tempat duduk dalam pengangkatan seorang pemimpin adat, dari tinjauan orang Lampung sejarah Paksi Pak Sekala Brak. Bahwa dahulu “Pepadun” pertama dibuat dari sebuah kayu yang menjadi sesembahan suku Tumi yang berpaham animisme didaerah Gunung Pesagi, untuk merubah kepercayaan mereka maka ke-empat paksi dari Paksi Pak Skala Brak menebang kayu yang bernama melasa kepampang tersebut kemudian dijadikan pepadun dan selanjutnya digunakan sebagai sarana pengangkatan Saibatin Sultan.

Masyarakat Lampung Pepadun hanya mengenal bentuk perkawinan Bejujogh. Berbeda dengan Lampung Saibatin yang mengenal bentuk perkawinan Semanda dan Bejujogh. Tata cara perkawinan pada masyarakat adat Lampung Pepadun pada umumnya berbentuk perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) dengan larian (sebambangan). Perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) adalah dengan memakai uang jojoh atau uang jujur, yang ditandai dengan pemberian sejumlah uang kepada pihak perempuan. Uang tersebut digunakan untuk menyiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga (sesan), dan diserahkan kepada mempelai laki-laki pada saat upacara perkawinan berlangsung.
Sedangkan, perkawinan sebambangan (tanpa acara lamaran) yaitu perkawinan dengan melarikan gadis yang akan di nikahi oleh laki-laki dengan persetujuan si gadis, untuk menghindari diri dari hal-hal yang dianggap dapat menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang memakan biaya cukup banyak. Terjadinya sebambang tersebut di karenakan:
1.      Gadis belum diizinkan oleh orang tuanya untuk menikah.
2.      Orang tua atau keluarga si gadis menolak lamaran dari pihak pria.
3.      Perekonomian si laki-laki yang tidak berkecukupan.
4.      Gadis telah bertunangan dengan pria yang disukainya.
5.      Gadis yang ingin berumah tangga tetapi masih memiliki kakak yang belum menikah.

Selain perkawinan, Lampung Pepadun mempunyai adat upacara Cakak Pepadun. Upacara Cakak Pepadun adalah upacara pemberian gelar/ pengangkatan derajat seseorang ke derajat yang lebih tinggi. Pada masyarakat Lampung adat Pepadun derajat seseorang tidak berdasarkan keturunan melainkan berdasarkan kemampuan. Seseorang yang memiliki kemampuan secara ekonomi dan intelektual serta diakui oleh umum. Maka bila ingin mengangkat derajatnya secara adat, dapat melaksanakan Cakak Pepadun tersebut. Gelar adat Lampung Pepadun diantaranya yaitu:
-Suttan
-Raja
-Pangeran
-Dalom, dan lain-lain

Beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam upacara Cakak Pepadun:

1.      Ngurau (mengundang)
Tuan rumah yang akan melaksanakan upacara Cakak Pepadun harus mengumpulkan masyarakat adat (Peghwatin). Peghwatin akan menyuruh tuan rumah dan masyarakat kampung lain.




2.      Ngepandai (Mandai)
Masyarakat yang sudah mengetahui tentang upacara ini, dapat datang untuk menemui nyimah dan dengan tuan rumah. Dalam kesempatan ini banyak orang yang memiliki dan peghwatin yang diundang itu.

3.      Pumpung
Peghwatin yang diundang itu akan membahas acara dan menetapkan tata cara upacara adat yang akan dilaksanakan. Hasil keputusan dari pumpung bersifat untuk meningkatkan para peghwatin untuk ikut aktif mensukseskan acara tersebut. Peraturn yang dihasilkan dari pumpung menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan.

4.      Anjau-anjauan
Sanak saudara yang sudah diberi tahu tentang upacara adat ini, mereka dapat hadir dan bersilahturahmi dan juga dapat membantu.

5.      Canggot
Canggot adalah prosesi adat yang melibatkan pemuda pemudi atau bujang gadis, berupa tari-tarian adat dilaksanakan sore hari di sessat (rumah adat).

6.      Mesol kibau
Kibau (kerbau) merupakan binatang yang menjadi lambing kemegahan/ kemakmuran masyarakat adat. Kerbau itu menjadi penentu dana di dalam pelaksanaan prosesi adat Lampung Pepadun. Banyaknya kerbau yang dipotong tergantung dari keputusan pumpung. Kerbau tersebut dipotong setelah acara Canggot. Daging kerbau yang sudah dipotong dibagikan ke peghwatin, kepalandari beberapa kampung, marga, sumbai, bujang gadis, kepala tiyuh, penyimbang tiyuh, dan penghulu tiyuh.

7.      Cakak Pepadun
Setiap masyarakat Lampung Pepadun yang sudah melaksanakan tahapan-tahapan prosesi adat, mulai dari syukuran (ruyang-ruyang), sunatan/ khitanan, tindik telinga dan meratakan gigi (seghak sepei), tarian dan arakan bujang gadis (canggot agung sumbai muli meghanai), peresmian pernikahan secara adat (ngughuk kebayan), mengenal tempat mandi (tughun mandi), ganti nama sementara (ngini ghik ngamai adok), dan puncak upacara adat adalah Cakak Pepadun.
Cakak Pepadun merupakan puncak dari acara yang harus dilaksanakan untuk informasi tentang pemegang tanggung jawab dan yang memiliki hak adat kepada masyarakat. Mereka yang telah melalui Cakak Pepadun, bergelar Suttan, gelar yang paling tinggi dalam masyarakat adat Pepadun. Mereka yang bergelar Suttan wajib menjadi contoh teladan, berbudi pekerti baik, tokoh masyarakat, tokoh yang menjadi panutan di lingkungan masyarakat dan lingkungan desa sehari-hari.




Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar