Nama
: Aulia Rahma Juwita
Kelas/NIM
: 15 SB/ 2225154790
Mata
Kuliah : Budaya dan Kearifan Lokal
SISTEM ADAT MASYARAKAT PEPADUN
Lampung
dikenal dengan sebutan “Sai Bumi Khua
Jukhai” dalam Bahasa Indonesia artinya “Satu
Bumi Dua Cabang”. Untuk “Sai Bumi”
itu bermakna suku bangsa yang mendiami satu wilayah yang berasal dari keturunan
yang sama. Sedangkan “Khua Jukhai”
bermakna dua jenis adat istiadat yang dikenal masyarakat. Masyarakat Lampung memiliki
struktur hukum dengan adat tersendiri. Bentuk masyarakat hukum adat tersebut
berbeda antar kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok
tersebut tersebar di berbagai daerah di Lampung.
Adat
istiadat di Lampung dibedakan menjadi dua golongan adat yaitu Saibatin dan
Pepadun. Masyarakat Saibatin menempati di daerah Labuan Maringgai, Pugung,
Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh
Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak,
Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, dan Kayu Agung.
Sedangkan
Masyarakat Pepadun menempati di daerah Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana,
Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, Terbanggi, Menggala, Mesuji,
Panaragan, Wiralaga, Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat,
Padang Ratu, Gedungtataan, Pugung, Negeri Besar, Katapang, Pakuan Ratu,
Sungkay, Bunga Mayang, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
Adat
Pepadun di dirikan sekitar abad ke-16 pada zaman kesultanan Banten. Pada awalnya
terdiri dari 12 kebuaian Abung Siwo Mego dan Pubian Telu Suku, kemudian di
tambah 12 kebuaian lain yaitu Mego Pak Tulang Bawang, Buay Lima Way Kanan, dan
Sungkai Bunga Mayang (3 buay) sehingga menjadi 24 kebuaian.
Kata “Pepadun” artinya tempat duduk dalam pengangkatan
seorang pemimpin adat, dari tinjauan orang Lampung sejarah Paksi Pak Sekala
Brak. Bahwa dahulu “Pepadun” pertama dibuat dari sebuah kayu yang menjadi
sesembahan suku Tumi yang berpaham animisme didaerah Gunung Pesagi, untuk
merubah kepercayaan mereka maka ke-empat paksi dari Paksi Pak Skala Brak
menebang kayu yang bernama melasa kepampang tersebut kemudian dijadikan pepadun
dan selanjutnya digunakan sebagai sarana pengangkatan Saibatin Sultan.
Masyarakat
Lampung Pepadun hanya mengenal bentuk perkawinan Bejujogh. Berbeda dengan Lampung Saibatin yang mengenal bentuk
perkawinan Semanda dan Bejujogh. Tata cara perkawinan pada masyarakat adat Lampung Pepadun pada
umumnya berbentuk perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) dengan larian
(sebambangan). Perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) adalah dengan memakai uang jojoh atau uang jujur, yang ditandai dengan pemberian sejumlah
uang kepada pihak perempuan. Uang tersebut digunakan untuk menyiapkan alat-alat
kebutuhan rumah tangga (sesan), dan
diserahkan kepada mempelai laki-laki pada saat upacara perkawinan berlangsung.
Sedangkan,
perkawinan sebambangan (tanpa acara
lamaran) yaitu perkawinan dengan melarikan gadis yang akan di nikahi oleh
laki-laki dengan persetujuan si gadis, untuk menghindari diri dari hal-hal yang
dianggap dapat menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat
yang memakan biaya cukup banyak. Terjadinya sebambang tersebut di karenakan:
1. Gadis
belum diizinkan oleh orang tuanya untuk menikah.
2. Orang
tua atau keluarga si gadis menolak lamaran dari pihak pria.
3. Perekonomian
si laki-laki yang tidak berkecukupan.
4.
Gadis telah bertunangan dengan pria yang
disukainya.
5.
Gadis yang ingin berumah tangga tetapi
masih memiliki kakak yang belum menikah.
Selain
perkawinan, Lampung Pepadun mempunyai adat upacara Cakak Pepadun. Upacara Cakak
Pepadun adalah upacara pemberian gelar/ pengangkatan derajat seseorang ke
derajat yang lebih tinggi. Pada masyarakat Lampung adat Pepadun derajat
seseorang tidak berdasarkan keturunan melainkan berdasarkan kemampuan.
Seseorang yang memiliki kemampuan secara ekonomi dan intelektual serta diakui
oleh umum. Maka bila ingin mengangkat derajatnya secara adat, dapat
melaksanakan Cakak Pepadun tersebut. Gelar adat Lampung Pepadun diantaranya
yaitu:
-Suttan
-Raja
-Pangeran
-Dalom,
dan lain-lain
Beberapa
hal yang harus dilaksanakan dalam upacara Cakak Pepadun:
1.
Ngurau (mengundang)
Tuan rumah yang akan melaksanakan
upacara Cakak Pepadun harus mengumpulkan masyarakat adat (Peghwatin). Peghwatin
akan menyuruh tuan rumah dan masyarakat kampung lain.
2.
Ngepandai (Mandai)
Masyarakat yang sudah mengetahui tentang
upacara ini, dapat datang untuk menemui nyimah dan dengan tuan rumah. Dalam
kesempatan ini banyak orang yang memiliki dan peghwatin yang diundang itu.
3.
Pumpung
Peghwatin yang diundang itu akan
membahas acara dan menetapkan tata cara upacara adat yang akan dilaksanakan.
Hasil keputusan dari pumpung bersifat untuk meningkatkan para peghwatin untuk
ikut aktif mensukseskan acara tersebut. Peraturn yang dihasilkan dari pumpung
menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan.
4.
Anjau-anjauan
Sanak saudara yang sudah diberi tahu
tentang upacara adat ini, mereka dapat hadir dan bersilahturahmi dan juga dapat
membantu.
5.
Canggot
Canggot adalah prosesi adat yang
melibatkan pemuda pemudi atau bujang gadis, berupa tari-tarian adat
dilaksanakan sore hari di sessat (rumah adat).
6.
Mesol kibau
Kibau (kerbau) merupakan binatang yang
menjadi lambing kemegahan/ kemakmuran masyarakat adat. Kerbau itu menjadi
penentu dana di dalam pelaksanaan prosesi adat Lampung Pepadun. Banyaknya
kerbau yang dipotong tergantung dari keputusan pumpung. Kerbau tersebut
dipotong setelah acara Canggot. Daging kerbau yang sudah dipotong dibagikan ke
peghwatin, kepalandari beberapa kampung, marga, sumbai, bujang gadis, kepala
tiyuh, penyimbang tiyuh, dan penghulu tiyuh.
7.
Cakak Pepadun
Setiap masyarakat Lampung Pepadun yang
sudah melaksanakan tahapan-tahapan prosesi adat, mulai dari syukuran (ruyang-ruyang), sunatan/ khitanan,
tindik telinga dan meratakan gigi (seghak
sepei), tarian dan arakan bujang gadis (canggot
agung sumbai muli meghanai), peresmian pernikahan secara adat (ngughuk kebayan), mengenal tempat mandi
(tughun mandi), ganti nama sementara (ngini ghik ngamai adok), dan puncak
upacara adat adalah Cakak Pepadun.
Cakak Pepadun merupakan puncak dari
acara yang harus dilaksanakan untuk informasi tentang pemegang tanggung jawab
dan yang memiliki hak adat kepada masyarakat. Mereka yang telah melalui Cakak
Pepadun, bergelar Suttan, gelar yang paling tinggi dalam masyarakat adat
Pepadun. Mereka yang bergelar Suttan wajib menjadi contoh teladan, berbudi
pekerti baik, tokoh masyarakat, tokoh yang menjadi panutan di lingkungan
masyarakat dan lingkungan desa sehari-hari.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar