Kamis, 07 April 2016

FILOSOFI SENI TARI OLANG-OLANG SUKU SAKAI

BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL
ULANGAN TENGAH SEMESTER

Nama          : Angela Alisafitri
Kelas          : 15-SB
NIM            : 2225152931


FILOSOFI SENI TARI OLANG-OLANG
SUKU SAKAI


            Suku Sakai merupakan salah satu suku asli di Riau. Seperti halnya suku-suku yang lain, suku Sakai juga mempunyai kesenian dalam bidang tari. Tari yang hidup di pedalaman pada umumnya tarian yang berkaitan dengan upacara ritual dan pengobatan, saji-sajian yang mempunyai gerak bebas berdasarkan keperluan sosial. Salah satunya adalah Tari Olang-Olang. Olang-Olang adalah tarian bermantra magis masyarakat Sakai.
            Suku Sakai percaya bahwa seorang bomo atau dukun mampu mengobati penyakit yang dialami manusia. Salah satunya adalah melalui Tari Olang-olang. Tarian pengobatan yang lambat laun berkembang menjadi salah satu kesenian rakyat yang telah dipentaskan diberbagai perhelatan seni.
            Tari Olang-olang sudah ada sejak berdirinya Kerjaan Siak. Tarian ini adalah tari yang turun temurun ditarikan oleh suku Sakai dan Talang. Tari ini dipersembahkan apabila sultan menerima tamu di Istana dan diteruskan dengan Silat Bunga, dan iringan Kompang dan berdah di halaman Istana. Guru besar dan Pembina Tari Olang-Olang ini adalah Bapak Bodot dan penghulu Kekah Benanyah.
            Menurut kepercayaan suku Sakai, soli dulunya juga seorang bomo dan setelah meninggal rohnya terus menjaga para bomoketurunannyauntukmemberipetunjukdalampenyembuhan.Tarianinimengambilgerakandasarkepakanburungelang.
            Saat menari, tubuh bomo akan berputar mengepak-ngepak anggun mengikuti hentakan irama ‘bebano’ dan ‘tetawak’ sembari merapal mantra magis. Syair yang dilafazkannya melahirkan nuansa magis dan dilantunkan dengan nada sederhanana cukup membuat bulu roma berdiri. Syair itu berbunyi :
Anak itik teuwai-uwai
Anak la kumbang telato-lato
Dai la kocik pun enen buwai
Olang godang pun main mato
Olang ku saying
Salak kutai di tonga padang
Pisang seondah cundung keawan
Menengok olang la menai-nai
Tinggilah ondah munyi si kawan olang
Badon tumbunyi kaki olang 
Olang badon tumbunyi kaki 
Kaki mu makan obo mu ontang
Badon tumbunyi kaki 
Olang balik bual un pulang
Pulang ruh pulanglah insan pulanglah badan soto nyawo
Pulang katokan dalam kalimat la ilahaillah
            Tarian dan syair yang dilafazkannya mampu membuat semua orang yang menontonnya larut dalam suasana magis tersebut.
            Saat menari Olang (elang, red), penarinya bisa kerasukan roh soli-nya. Soli (hantu, red) merupakan ruh leluhur atau suhu si penari. Dalam pengobatan, soli kerap memberi petunjuk pada sang bomo untuk mengetahui obat yang diperlukan dalam penyembuhan pasien dan biasanya datang melalui alam mimpi. 
            Saat menarikan Olang-olang, tubuh penari akan terasa ringan dan bergerak halus dan semuanya bermula dari hati. Perasaan menjadi nyaman dan saat pemikiran mulai kosong, pemandangan terasa di dunia sendiri. Hening dan sepi mengikuti suasana yang diciptakan alunan musik. Saat menari, syair bisa dilafazkan beriringan dengan musik atau musik saja atau syair saja asal tidak ada kekosongan atau irama yang putus.
            Bagi seorang penari pemula, saat melakukan tari Olang-olang harus dikawal atau didampingi seorang bomo. Kerap terjadi, penari pemula tidak henti-hentinya menari karena tak kuasa menahan keinginan soli-nya untuk menari. Bahkan ketika pertunjukan usai, penari terus bergerak dan akan berhenti saat roh yang masuk kelelahan. Jika sudah demikian maka penari akan pingsan namun saat tidak terkendali, bomo bisa segera menghentikannya.
            Masyarakat suku Sakai mempercayai Rajo Olang dalam dialek Melayu Sakai yakni Raja Elang, adalah burung yang mampu terbang ke langit. Bomo akan berinteraksi dengannya sebagai penyampai pesan kepada Tuhan. Artinya, burung elang dijadikan sebagai perantara, antara manusia dan pencipta alam semesta. Namun burung tersebut hanyalah salah satu dari penyampai pesan dari bomo kepada Sang Pencipta, bisa juga burung lain dan binatang lain yang disimbolkan sebagai mahluk yang mampu berkomunikasi langsung dengan Sang Pencipta.
            Untuk melakukan pemanggilan para penyampai pesan seperti elang, pungguk, kobra, ketam dan sebagainya itu, biasanya dilakukan bomo pada malam hari. Karena pada malam yang gulita diperlukan cahaya api sebagai mata atau pedoman. Bisa dilakukan di dalam rumah atau di halaman. Selain api, juga dipersiapkan keperluan lainnya seperti lilin, beretih, bunga-bungaan dan berbagai aksesoris lainnya seperti buruk kepala kepala satu, kepala dua dan lainnya. Saat dikei/tari dilaksanakan, bomo akan mendapat petunjuk atau ilham pada binatang mana ia harus menyampaikan pesan. Saat itulah, bomo menari diantara cahaya api, sesajen dan pasien yang berbaring maupun duduk. Olang itu adalah burung elang yang mereka simbolkan sebagai soli atau hantu yang bersedia memberikan bantuan untuk mendapatkan petunjuk dari dunia halus yang bermanfaat bagi dunia nyata.
            Tari Olang-Olang menunjukkan pesan bahwa seburuk-buruknya bumi, ia masih memiliki kebaikan sehingga dirindukan oleh alam kahyangan atau langit. Pesan yang disampaikan melalui tarian ini sangat dalam, sehingga dapat mempengaruhi pembentukan karakter masyarakat suku Sakai dan cara pandangnya terhadap kehidupan di muka bumi ini.
            Dalam pembentukan karakter, masyarakat suku Sakai akan cenderung memiliki sifat tolong menolong dan kepedulian antar sesama yang kuat. Harapan untuk memperbaiki diri dari berbagai kesalahan masih terbuka lebar dan dimanfaatkan. Sementara kaitannya dengan cara pandang mereka terhadap kehidupan adalah melestarikan dan tetap menjaga keaslian yang ada di bumi dengan tidak merusak atau mengeksploitasinya.


Sumber Referensi :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar