Rabu, 06 April 2016

Orang Gayo Pertama dalam Cerita Rakyat Gayo

Orang Gayo Pertama dalam Cerita Rakyat Gayo
Oleh: Kartika Esa Putri Ayutama
NIM 2225152948



Suku Gayo merupakan salah satu suku yang mendiami Nanggroe Aceh Darussalam. Suku ini merupakan suku tertua di Aceh, dan termasuk salah satu suku tertua di Indonesia. Seperti halnya Nanggroe Aceh Darussalam, mayoritas masyarakat suku Gayo juga menganut agama Islam berikut ajaran-ajarannya. Pada awalnya, suku ini mendiami daerah pinggiran pantai timur dan utara Aceh, namun kemudian tergeser hingga ke dataran-dataran tinggi di Aceh Tengah.
Suku ini memang bukan termasuk suku yang populer di Aceh, karena populasi penduduknya yang juga tidak sebanyak suku Aceh sendiri. Namun apabila ditelusuri, suku Gayo memiliki cerita rakyat yang menarik terkait asal muasal penduduknya.
Pendapat pertama dari beberapa cerita rakyat adalah orang-orang Gayo pertama datang dari tanah Melayu, lalu menghuni pesisir timur dan utara Aceh. Masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan petani. Para petani kemudian mencari lahan yang lebih baik untuk digarap. Mereka kemudian pergi ke dataran tinggi di Aceh Tengah dan menetap di sana. Tak lama, terjadi perang antara Kerajaan Samudera Pasai dengan Kerajaan Sriwijaya, dan antara Kerajaan Peurlak dengan Kerajaan Majapahit. Penduduk Gayo yang tersisa kemudian mengungsi ke pedalaman dataran tinggi Aceh Tengah, bergabung dengan para petani.
Perang sudah usai, namun penduduk yang mengungsi enggan untuk kembali ke daerah asal mereka. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menetap dan mendirikan kerajaan, yaitu Kerajaan Linge, dengan raja pertamanya yaitu Tengku Kawe Tepat. Ia memiliki tiga orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Anak pertama yaitu seorang putri, bernama Empu Beru. Anak kedua yaitu Bayak Linge, yang kemudian pergi ke tanah Batak. Anak ketiga yaitu Merah Johan. Yang keempat bernama Merah Linge. Anak keempatlah yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai raja kedua.
Pendapat kedua ada dalam cerita rakyat lain mengenai asal-usul suku Gayo, yang mana masyarakat pertama berasal dari Kerajaan Rum. Dikisahkan zaman dahulu kala hidup dua bersaudara dengan nasib yang bertolak belakang. Sang kakak menjadi rakyat jelata, dan sang adik menjadi raja.
Sang kakak memiliki tujuh orang putra. Pada suatu hari, ketujuh putra sang kakak meminta kail pancing kepada sang ayah. Karena rasa sayangnya, sang ayah kemudian membuatkan tujuh buah kail pancing. Namun saat akan membuat kail terakhir, ia tidak memiliki cukup kawat untuk menyelesaikannya. Akhirnya Genali, salah seorang putranya, mengambil kail yang belum selesai itu dan menyelesaikannya sendiri. Ia pun pergi membawa kail itu ke laut untuk mencari ikan.
Genali pergi memancing di atas sebuah perahu. Ia sedang duduk menunggu di atas perahu kayunya saat kemudian umpannya dimakan. Ia berusaha menarik gagang pancingnya, tapi kemudian ia ikut tertarik semakin jauh ke laut, dan terdampar di sebuah pulau.
Selama berbulan-bulan ia terdampar di pulau itu sendirian, sampai pakaiannya tak lagi layak dipakai dan akhirnya habis. Ia berkeliling dan mengawasi laut, mencari kapal yang kebetulan sedang lewat. Akhirnya suatu hari, ia melihat ada sebuah kapal mendekat, lalu ia berteriak memanggilnya. Namun tak peduli sekeras apapun Genali memanggil, kapal tersebut tidak berhenti. Anehnya, kapal itu hanya berputar-putar di dekat pulau, tidak menjauh namun tidak juga mendekat.
Akhirnya suatu hari kapal itu mendekat. Barulah saat Genali naik, kapal tersebut bisa berlayar dengan lancar kembali. Ternyata, kapal itu sedang dalam pelayaran menuju negeri Rum.
Beberapa bulan kemudian, tibalah kapal itu di pelabuhan Kerajaan Rum. Sesampainya di sana, Genali menyerahkan ikan hasil tangkapannya kepada Raja Rum, dengan syarat ia meminta ayam jago yang bagus kokoknya dan sehelai kain putih sepanjang empat hasta.
Raja Rum menerima ikan hasil tangkapan Genali lalu membelahnya. Ternyata, di dalamnya terdapat intan berlian. Permintaan Genali kemudian dikabulkan. Tentang ayam jago yang bagus kokoknya, putri raja Rum memahami bahwa yang dimaksud adalah dia sendiri. Sang raja tidak bisa menolak, karena ikan dari Genali sudah diterima dan dibelah.
Genali dan putri raja yang bernama Terus Mata kemudian dinikahkan di pulau tempat asal Genali. Dalam persiapannya, dikirimlah hewan ternak, bibi dari sang putri, Empu Beru, seorang pengasuh, dan sebuah kapal. Di sana, mereka kemudian mendirikan kerajaan yang disebut Buntul Linge, dengan Genali sebagai rajanya.
Raja Genali dikaruniai dua orang putra dari permaisuri Terus Mata, yaitu Joharsyah dan Merah Abuk. Namun setelah lama ia memerintah, ia jatuh sakit dan dikabarkan meninggal. Anehnya, saat keranda jenazah Genali dibuka, jenazahnya tak ada di sana.
Diketahuilah bahwa Genali ternyata masih hidup dan pergi ke Kutaraja. Di sana ia juga menikah dan dikaruniai seorang putra bernama Alisyah. Namun saat Alisyah kecil, Genali pergi ke Tanah Gayo dan memerintah di sana. Alisyah kemudian dibesarkan oleh ibunya.
Suatu hari, Alisyah bertanya kepada ibunya perihal keberadaan ayahnya. Ibunya berkata, ayahnya sedang memerintah di Tanah Gayo. Karena ingin bertemu dengan ayahnya, Alisyah kemudian menyusul ayahnya. Ia berhasil menemui ayahnya, dan Genali pun masih mengakui Alisyah sebagai putranya.
Beberapa tahun berlalu, dan Genali pun wafat. Alisyah kemudian diangkat sebagai raja berikutnya.
Sebagian tetua masyarakat Gayo mempercayai cerita rakyat ini sebagai penjelasaan dari asal muasal masyarakat Gayo. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, ditemukan fakta lain mengenai asal muasal masyarakat suku Gayo.
Belakangan, ditemukan beberapa kerangka manusia berusia 6500 tahun di Ceruk Mendale, Aceh Tengah. Pada zaman pemilik kerangka tersebut hidup bahkan belum terdapat peradaban yang modern, juga sistem kerajaan Islam seperti yang diketahui dari cerita rakyat Suku Gayo. Berdasarkan penelitian terhadap kerangka-kerangka manusia tersebut, penduduk pertama suku Gayo berasal dari gelombang Proto Melayu atau Melayu tua. Kerangka-kerangka yang ditemukan juga memiliki kesamaan gen dengan orang Gayo sekarang.
Jika pada awalnya masyarakat Gayo masih memercayai cerita-cerita rakyat sebagai penjelasan asal muasal bangsa mereka, kini masyarakat Gayo sudah mulai mempercayai fakta-fakta hasil penelitian ilmiah. Cerita-cerita rakyat tentang asal muasal suku Gayo menjadi tidak valid, namun masih tetap dapat dinikmati sebagai warisan dari pendahulu-pendahulu masyarakat Gayo. Faktanya, sebagian besar cerita sangat menghibur dan memiliki unsur sejarah dan budaya.


DAFTAR PUSTAKA

Dandy A. 1979. Sejarah Daerah dan Suku Gayo. Jakarta: Balai Pustaka.
Tantawi I., Bunyamin S. 2011. Pilar-pilar Kebudayaan Gayo Lues. Medan: USU Press.

Nur W. 2015. Menelusuri Sejarah Suku Gayo melalui Dongeng dan Bukti Arkeologi. [Internet] [Diunduh pada 3 April 2016] Tersedia pada http://www.kompasiana.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar