Nama :
Muhammad Sulthon Kamil
Kelas :
15 SAS B
NIM :
2225150960
Program Studi :
Sastra Inggris – Universitas Negeri Jakarta
Mata
Kuliah : Budaya dan Kearifan Lokal
Tari Piring adalah salah satu tarian
tradisional Minangkabau yang telah eksis dari berabad – abad yang lalu,
tepatnya pada abad ke 12 Masehi. Tarian yang berasal dari daerah Solok ini
secara garis besar menggambarkan kegembiraan dan ucapan syukur masyarakat
Minangkabau saat musim panen tiba. Pada mulanya tari piring ini adalah ritual
yang diperagakan dengan membawa sesaji – sesaji di atas piring yang berisi
makanan yang dilakukan dengan gerakan dinamis seperti tarian. Sebelum masuknya
Islam, ritual ini diperunjukkan sebagai rasa syukur terhadap dewa – dewa yang
mengkaruniakan panen berlimpah, yang dipengaruhi oleh ajaran – ajaran Hindu.
Tetapi setelah berkembangnya agama Islam di Minangkabau sekitar abad ke 14
Masehi, tari piring berubah fungsi menjadi alat hiburan semata untuk meramaikan
berbagai acara adat seperti upacara dan pernikahan.
Gerakan – gerakan dalam tari piring
menggambarkan suasana bercocok tanam tanaman padi, yang merupakan mata
pencaharian paling utama masyarakat Minangkabau pada masa itu. Masing – masing
gerakan dalam tari piring mempunyai makna yang filosofis yang terkandung di
dalamnya;
1. Gerak pasambahan : yaitu merupakan gerakan pembukaan tari piring yang dibawakan oleh
penari pria. Gerakan ini sebagai bentuk permintaan penari agar para penonton
menghormati dan menyaksikan dengan khusyuk prosesi tari piring. Makna yang
terkandung di gerakan awal ini adalah sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Gerak singanjuo lalai : yaitu gerakan yang
menggambarkan kelembutan dan kekhusyukan pagi yang dibawakan oleh para penari
wanita.
3. Gerak mencangkul : yaitu merupakan gerakan
yang menggambarkan bercocok tanam dan budidaya tanaman padi di sawah – sawah
oleh para petani.
4. Gerak menyiang : merupakan gerakan yang
menggambarkan proses penyiangan, yaitu proses pembersihan rerumputan (sampah –
sampah) di sawah oleh para petani.
5. Gerak membuang sampah : gerakan ini merupakan
lanjutan dari proses menyiang, gerakan ini menggambarkan pembuangan sisa sisa
sampah hasil menyiang.
6. Gerak menyemai : yaitu gerakan yang
menggambarkan menanam/menaburkan benih – benih padi oleh para petani.
7. Gerak memagar : gerakan ini menceritakan
pemasangan pagar di sekitar sawah oleh parah petani. Fungsinya agar tanaman
mereka terhindar dari gangguan binatang liar dan hama.
8. Gerak mencabut benih : yaitu gerakan yang
menceritakan proses pencabutan benih oleh para petani yang sudah ditanam
sebelumnya.
9. Gerak bertanam : lanjutan dari gerakan
mencabut benih, benih yang dicabut akan di pindahkan ke tempat lain oleh para
petani.
10. Gerak melepas lelah : menceritakan tentang waktu
jeda para petani untuk beristirahat setelah lelah menggarap sawah.
11. Gerak mengantar juadah : gerakan yang dilakukan
oleh penari wanita ini menceritakan tentang si istri petani yang membawakan
makanan untuk para suaminya yang bekerja di sawah.
12. Gerak menyabit padi : menceritakan tentang gaya
para petani menyabit padi yang sudah panen.
13. Gerak mengambil padi : gerakan ini menceritakan
pengambilan padi yang telah di panen oleh para petani oleh para penari wanita.
14. Gerak menggampo padi : menceritakan pengumpulan
padi di suatu tempat oleh para petani.
15. Gerak menganginkan padi : gerakan ini menceritakan
kelanjutan nasib padi yang telah dikumpulkan itu untuk dipisahkan padi dengan
ampasnya dengan cara dianginkan.
16. Gerak mengikik padi : gerakan ini menceritakan
tentang penjemuran padi setelah dikumpulkan oleh para petani.
17. Gerak menumbuk padi : gerakan ini membagi dua
tugas bagi penari pria dan wanita; para pria (petani) menumbuk padi yang tadi
sudah dijemur, sedangkan para wanita mencurahkan padi tersebut.
18. Gotong royong : gerakan ini merupakan
gerakan yang dilakukan secara serentak untuk melambangkan gotong royong
diantara petani.
19. Gerak menampih padi : gerakan ini menceritakan
proses para petani memampi padi yang telah menjadi beras.
20. Gerak menginjak pecahan kaca : tarian ini diakhiri oleh
para penari menginjak – injak pecahan kaca dari piring – piring yang dilakukan
secara bersemangat dan dinamis yang melambangkan filosofi utama dari tari
piring itu sendiri; kegembiraan, semangat, dan kebersamaan.
Tari piring diiringi dengan
iringan musik penayuhan yang berasal
dari 2 alat musik utama, talempong dan saluang. Talempong adalah alat musik
pukul yang biasanya terbuat oleh kuningan. Alat musik ini berbentuk lingkaran
dengan diameter 15 sampai 17,5 cm. Sedangkan saluang adalah alat musik tiup
yang biasa terbuat dari talang (bambu tipis). Panjang alat ini bisa mencapai 60
cm dengan diameter 3-4 cm dan alat ini bisa dikategorikan sebagai golongan
suling. Musik pengiring tari piring memiliki karakter tempo yang cepat dan
berirama yang juga melambangkan kegembiraan, semangat, dan kebersamaan.
Kostum para penari dalam
tari piring merupakan faktor penting dalam kelangsungan prosesi tarian tersebut. Orientasi warna merah dan
emas pun mendominasi pakaian para penari. Berikut perbedaan kostum penari pria
dan wanita :
·
Kostum Penari Pria :
Pada bagian atas para penari
pria mengenakan baju berlengan lebar yang dihiasi dengan renda emas bernama busana rang mudo. Sedangkan untuk celana
mereka mengenakan celana yang berukuran besar di bagian tengahnya, biasa
disebut saran galembong. Lalu mereka
melilitkan kain songket sisamping yang dililitkan dari pinggang hingga lutut. Cawek pinggang, yaitu ikat pinggang yang
terbuat dari songket, menghiasi pinggul mereka. Lalu dilengkapi dengan deta atau destar, yaitu sejenis penutup kepala yang terbuat dari kain songket
berbidang segitiga.
·
Kostum Penari Wanita :
Untuk bajunya, mereka
menganakan baju kurung yang terbuat
dari beludru dan satin dan dihiasi selendang songket di badan sebelah kiri.
Kain songket sederhana mereka kenakan untuk bawahan. Sedangkan sebagai penutup
kepala mereka mengenakan tikuluak tanduak
balapak yang menyerupai tanduk kerbau. Mereka lalu memperamai diri dengan
berbagai macam aksesoris seperti kalung dan anting.
Makna filosofis dari
kostum para penari tari piring yaitu sebagai lambang kemakmuran dan juga
semangat dan kegembiraan.
Kesimpulan makna filosofis
dari tari piring yaitu bahwa tari piring memiliki nilai – niai ilahiah dan
kerohanian. Makna utama dari prosesi tari piring yaitu adalah rasa syukur dan
terima kasih atas Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rezeki yang telah
dicurahkannya yang harus dirayakan dengan rasa kebersamaan, kegembiraan, dan
semangat bersama para kerabat. Tari piring ialah cerminan dan lambang
kemasyarakatan dan adat budaya masyarakat Minangkabau yang dinamis.
Daftar Pustaka:
·
Nuraeni,
Heny Gustini, dan Muhammad Alfan. 2013. Studi Budaya di Indonesia. Jakarta:
Pustaka Setia
·
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/09/tari-piring-asal-usul-sejarah-kostum-gerakan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar