Rabu, 06 April 2016

FILSAFAT TARI PIRING MINANGKABAU SUMATERA BARAT


Nama              : Muhammad Sulthon Kamil
Kelas                : 15 SAS B
NIM                 : 2225150960
Program Studi : Sastra Inggris – Universitas Negeri Jakarta
Mata Kuliah    : Budaya dan Kearifan Lokal



           Tari Piring adalah salah satu tarian tradisional Minangkabau yang telah eksis dari berabad – abad yang lalu, tepatnya pada abad ke 12 Masehi. Tarian yang berasal dari daerah Solok ini secara garis besar menggambarkan kegembiraan dan ucapan syukur masyarakat Minangkabau saat musim panen tiba. Pada mulanya tari piring ini adalah ritual yang diperagakan dengan membawa sesaji – sesaji di atas piring yang berisi makanan yang dilakukan dengan gerakan dinamis seperti tarian. Sebelum masuknya Islam, ritual ini diperunjukkan sebagai rasa syukur terhadap dewa – dewa yang mengkaruniakan panen berlimpah, yang dipengaruhi oleh ajaran – ajaran Hindu. Tetapi setelah berkembangnya agama Islam di Minangkabau sekitar abad ke 14 Masehi, tari piring berubah fungsi menjadi alat hiburan semata untuk meramaikan berbagai acara adat seperti upacara dan pernikahan.
          Gerakan – gerakan dalam tari piring menggambarkan suasana bercocok tanam tanaman padi, yang merupakan mata pencaharian paling utama masyarakat Minangkabau pada masa itu. Masing – masing gerakan dalam tari piring mempunyai makna yang filosofis yang terkandung di dalamnya;
1.      Gerak pasambahan : yaitu merupakan gerakan pembukaan tari piring yang dibawakan oleh penari pria. Gerakan ini sebagai bentuk permintaan penari agar para penonton menghormati dan menyaksikan dengan khusyuk prosesi tari piring. Makna yang terkandung di gerakan awal ini adalah sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Gerak singanjuo lalai : yaitu gerakan yang menggambarkan kelembutan dan kekhusyukan pagi yang dibawakan oleh para penari wanita.
3.      Gerak mencangkul : yaitu merupakan gerakan yang menggambarkan bercocok tanam dan budidaya tanaman padi di sawah – sawah oleh para petani.
4.      Gerak menyiang : merupakan gerakan yang menggambarkan proses penyiangan, yaitu proses pembersihan rerumputan (sampah – sampah) di sawah oleh para petani.
5.      Gerak membuang sampah : gerakan ini merupakan lanjutan dari proses menyiang, gerakan ini menggambarkan pembuangan sisa sisa sampah hasil menyiang.
6.      Gerak menyemai : yaitu gerakan yang menggambarkan menanam/menaburkan benih – benih padi oleh para petani.
7.      Gerak memagar : gerakan ini menceritakan pemasangan pagar di sekitar sawah oleh parah petani. Fungsinya agar tanaman mereka terhindar dari gangguan binatang liar dan hama.
8.      Gerak mencabut benih : yaitu gerakan yang menceritakan proses pencabutan benih oleh para petani yang sudah ditanam sebelumnya.
9.      Gerak bertanam : lanjutan dari gerakan mencabut benih, benih yang dicabut akan di pindahkan ke tempat lain oleh para petani.
10.  Gerak melepas lelah : menceritakan tentang waktu jeda para petani untuk beristirahat setelah lelah menggarap sawah.
11.  Gerak mengantar juadah : gerakan yang dilakukan oleh penari wanita ini menceritakan tentang si istri petani yang membawakan makanan untuk para suaminya yang bekerja di sawah.
12.  Gerak menyabit padi : menceritakan tentang gaya para petani menyabit padi yang sudah panen.
13.  Gerak mengambil padi : gerakan ini menceritakan pengambilan padi yang telah di panen oleh para petani oleh para penari wanita.
14.  Gerak menggampo padi : menceritakan pengumpulan padi di suatu tempat oleh para petani.
15.  Gerak menganginkan padi : gerakan ini menceritakan kelanjutan nasib padi yang telah dikumpulkan itu untuk dipisahkan padi dengan ampasnya dengan cara dianginkan.
16.  Gerak mengikik padi : gerakan ini menceritakan tentang penjemuran padi setelah dikumpulkan oleh para petani.
17.  Gerak menumbuk padi : gerakan ini membagi dua tugas bagi penari pria dan wanita; para pria (petani) menumbuk padi yang tadi sudah dijemur, sedangkan para wanita mencurahkan padi tersebut.
18.  Gotong royong : gerakan ini merupakan gerakan yang dilakukan secara serentak untuk melambangkan gotong royong diantara petani.
19.  Gerak menampih padi : gerakan ini menceritakan proses para petani memampi padi yang telah menjadi beras.
20.  Gerak menginjak pecahan kaca : tarian ini diakhiri oleh para penari menginjak – injak pecahan kaca dari piring – piring yang dilakukan secara bersemangat dan dinamis yang melambangkan filosofi utama dari tari piring itu sendiri; kegembiraan, semangat, dan kebersamaan.

             Tari piring diiringi dengan iringan musik penayuhan yang berasal dari 2 alat musik utama, talempong dan saluang. Talempong adalah alat musik pukul yang biasanya terbuat oleh kuningan. Alat musik ini berbentuk lingkaran dengan diameter 15 sampai 17,5 cm. Sedangkan saluang adalah alat musik tiup yang biasa terbuat dari talang (bambu tipis). Panjang alat ini bisa mencapai 60 cm dengan diameter 3-4 cm dan alat ini bisa dikategorikan sebagai golongan suling. Musik pengiring tari piring memiliki karakter tempo yang cepat dan berirama yang juga melambangkan kegembiraan, semangat, dan kebersamaan.
                    Kostum para penari dalam tari piring merupakan faktor penting dalam kelangsungan prosesi  tarian tersebut. Orientasi warna merah dan emas pun mendominasi pakaian para penari. Berikut perbedaan kostum penari pria dan wanita :
·         Kostum Penari Pria :
Pada bagian atas para penari pria mengenakan baju berlengan lebar yang dihiasi dengan renda emas bernama busana rang mudo. Sedangkan untuk celana mereka mengenakan celana yang berukuran besar di bagian tengahnya, biasa disebut saran galembong. Lalu mereka melilitkan kain songket sisamping yang dililitkan dari pinggang hingga lutut. Cawek pinggang, yaitu ikat pinggang yang terbuat dari songket, menghiasi pinggul mereka. Lalu dilengkapi dengan deta atau destar, yaitu sejenis penutup kepala yang terbuat dari kain songket berbidang segitiga.

·         Kostum Penari Wanita :
Untuk bajunya, mereka menganakan baju kurung yang terbuat dari beludru dan satin dan dihiasi selendang songket di badan sebelah kiri. Kain songket sederhana mereka kenakan untuk bawahan. Sedangkan sebagai penutup kepala mereka mengenakan tikuluak tanduak balapak yang menyerupai tanduk kerbau. Mereka lalu memperamai diri dengan berbagai macam aksesoris seperti kalung dan anting.
                     Makna filosofis dari kostum para penari tari piring yaitu sebagai lambang kemakmuran dan juga semangat dan kegembiraan.
                     Kesimpulan makna filosofis dari tari piring yaitu bahwa tari piring memiliki nilai – niai ilahiah dan kerohanian. Makna utama dari prosesi tari piring yaitu adalah rasa syukur dan terima kasih atas Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rezeki yang telah dicurahkannya yang harus dirayakan dengan rasa kebersamaan, kegembiraan, dan semangat bersama para kerabat. Tari piring ialah cerminan dan lambang kemasyarakatan dan adat budaya masyarakat Minangkabau yang dinamis.


Daftar Pustaka:
·         Nuraeni, Heny Gustini, dan Muhammad Alfan. 2013. Studi Budaya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Setia
·         http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/09/tari-piring-asal-usul-sejarah-kostum-gerakan.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar